Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MUARA BULIAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2016/PN Mbn YUNNINTA ASMARA Binti Drs. ZAHIFNI ISHAK Kepala Kepolisian Resort Batanghari Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 07 Des. 2016
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2016/PN Mbn
Tanggal Surat Rabu, 07 Des. 2016
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1YUNNINTA ASMARA Binti Drs. ZAHIFNI ISHAK
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Batanghari
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

   
KANTOR HUKUM         
ABH LAW FIRM

Jl. Kol. H. Burlian Lrg Peristiwa No. 228 Rt/Rw : 04/02 Kel. Srijaya Kec. Alang-alang Lebar Palembang Kode Pos 30137 No Telpon/Fax : (0711) 421900.


Perihal : Permohonan Praperadilan

Jambi, 7 November 2016
Kepada Yth :
Ketua Pengadilan N egeri Muara Bulian
Di
Pengadilan Negeri Muara Bulian


Dengan hormat,
Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
HENDRA YOSPIN, S.H., LL.M dan BUDI SATRIAWAN, S.H
Masing-masing advokat/Penasehat Hukum yang tergabung pada Kantor Advokat ABH Law firm alamat Jl. Kol. H. Burlian lrg Peristiwa Rt/Rw: 4/2 No. 228 Kel. Srijaya Kec. Alang-alang Lebar Palembang. Bertindak berdasarkan Surat kuasa khusus tertanggal 7 Desember 2016 dari Pihak Pemberi Kuasa yaitu :
Yunninta Asmara binti Drs Zahifni Ishak, umur 45 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pekerjaan anggota DPRD Kabupaten Batang hari, kewarganegaraan Indonesia, alamat jalan yulius usman nomor 123 Kelurahan Pematang Sulur, Kecamatan Telanaipura, kota Jambi, Provinsi Jambi.
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pemohon Praperadilan.
Pihak Pemohon Praperadilan dengan ini hendak mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH JAMBI
Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT BATANG HARI
Cq. KASAT RESKRIM KEPOLISIAN RESORT BATANG HARI
Alamat Jalan Gajah Mada Muara Bulian 36613.
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Termohon Praperadilan.
I.    DASAR HUKUM PERMOHONANA PRAPERADILAN
Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 65/PUU-IX/2011 tanggal 1 Mei 2012, pada paragraf (3.12) dan paragraf (3.13), antara lain, dalam pertimbangannya :
Pada paragraf (3.12) berbunyi sebagai berikut :
“Bahwa praperadilan merupakan salah satu sistem dalam peradilan pidana Indonesia. Praperadilan tidak dikenal dalam hukum acara pidana lama yang diatur dalam Herziene Inlandsche Reglement (H.I.R), dalam H.I.R menganut sistem inquisitoir, yaitu menempatkan Tersangka atau Terdakwa dalam pemeriksaan sebagai objek yang memungkinkan terjadinya perlakuan sewenang-wenang oleh penyidik terhadap Tersangka, sehingga sejak saat pemeriksaan pertama di hadapan Penyidik, Tersangka sudah apriori dianggap bersalah, selanjutnya KUHAP telah meng ubah sistem yang dianut H.I.R tersebut yaitu menempatkan Tersangka atau terdakwa tidak lagi sebagai objek pemeriksaan, namun Tersangka atau Terdakwa ditempatkan sebagai subjek, yaitu sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum yang diatur dalam KUHAP tersebut adalah adanya sistem Praperadilan sebagai salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan baik yang diserti dengan permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitsi atau pun tidak.
Adapun maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Dengan demikian dibuatnya sistem Praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP adalah untuk kepentingan pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan Pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Kehadiran KUHAP dimaksudkan untuk mengoreksi pengalaman praktik peradilan masa lalu, dibawah aturan H.I.R yang tidak sejalan dengan perlindungan dan penegakan hukum atas dasar hak asasi manusia. Selain itu, KUHAP memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi Tersangka atau Terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum;
Bahwa dasar hukum permohonan pemeriksaan Praperadilan adalah sebagaimana yang didatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum acara Pidana, dalam BAB X bagian Kesatu pasal 77, yang menyatakan :
“....Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a)    Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghenian penuntutan.....;
b)    Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Bahwa selanjutnya Pasal 78 ayat (1) KUHAP mengatur :
“Yang melaksanakan wewenang pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah Praperadilan;
Bahwa dari uraian pasal tersebut diatas “seakan-akan” materi Praperadilan bersifat limitative, yakni sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 KUHAP;
Bahwa selanjutnya Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan No. 21/PUU-XII/2014 menyatakan :
“....1.1 Frasa “ Bukti permulaan”, bukti permulaan yang cukup “, dan “ bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Nega ra Reppublik Indonesia 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “Bukti permulaan”, “bukti permulaan yag cukup”, dan “bukti yang cukup “ adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.2.    Frasa “Bukti permulaan”, bukti permulaan yang cukup “ , dan “ bukti yang cukup “ sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “ Bukti permulaan”, bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang temuat dalam pasal 184 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.3.     Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
1.4.     Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;.....”
Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 maka penetapan tersangka atas Pemohon oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor  : SP.Dik/117/VI/2013/Reskrim masuk dalam obyek Praperadilan.
II.    POSITA PERMOHONAN PRAPERADILAN
Adapun dalil-dalil hingga diajukannya permohonan Praperadilan adalah sebagai berikut :
1.    Bahwa Pemohon diangkat selaku Ketua badan Konitak Majelis Taklim (BKMT) Daerah Kabupaten Batang Hari Priode 2006 sampai dengan 2011 berdasarkan surat keputusan No. S-KEP 13 / PW.BKMT/JBI/III/2006 tertanggal 08 Maret 2006 yang ditanda tangani oleh Ketua dan Sekretaris Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Propinsi Jambi atas nama Dra Hj. Dahniar Wahab Nasution selaku Ketua dan Zetria Erma, BA selaku Sekretaris;
2.    Bahwa Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Daerah Kabupaten Batang Hari, dalam melaksanakan kegiatan pengajian memperoleh dana (biaya) dari bantuan SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari;
3.    Bahwa mekanisme Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Daerah Kabupaten Batang Hari dalam memperoleh dana yang berasal dari SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari, dengan cara mengajukan permohonan dalam bentuk proposal kepada Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari selaku Pengguna Anggaran (PA) setelah proposal diterima Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari maka permohonan tersebut di verifikasi oleh PPK (Pejabat Pelaksana Kegiatan), selanjutnya diajukan kembali kepada sekretariat Daerah untuk disposisi , setelah Sekretariat Daerah mendisposisikan maka dilanjutkan kepada PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), selanjutnya Kepala Bagian Umum Kabupaten Batang Hari memerintahkan kepada Bendaharawan untuk dibayarkan kepada bendaharawan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari.
4.    Bahwa bendaharawan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari setelah memperoleh bantuan dari SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari, maka dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan  Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari, diantaranya untuk kegiatan pengajian rutin ibu-ibu yang diselenggarakan di Pendopo rumah dinas Bupati Kabupaten Batang Hari;
5.    Bahwa terhaddap uang bantuan darri hasil permohonan proposal dari SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari, Pemohon selaku ketua tidak pernah menerima dan membelanjakan, karena yang menerima dan membelanjakan uang bantuan tersebut untuk kegiatan-kegiatan  Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari adalah bendaharawannya yaitu Ibu Nurhikma, Spdi. Selanjutnya uang bantuan hasil permohonan proposal adalah bersifat suka rela artinya bilamana Pemerintahan Kabupaten Batang Hari tidak memiliki anggaran maka dapat atau boleh menolak permohonan proposal dari Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari, karena permohonan proposal tersebut tidak bersifat memaksa;
6.    Bahwa berdasarkan Surat Panggilan dari Polres Batang Hari Nomor : SPGL/432/V/2013/Reskrim tertanggal 28 Mei 2013, maka Pemohon dipangggil pada hari senin tanggal 2 Juni 2013 untuk didengar keterangannya sebagai saksi, sesuai dengan laporan polisi nomor : LP/A-02/II/2013/Jambi/Res batang Hari tanggal 15 Februari 2013 dalam perkara tindak pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 KUHPidana sub pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 KUHPidana yang terjadi pada tahun anggaran 2008, tahun 2009 dan tahun 2010 pada SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari di Kantor Pemerintahan Kabupaten Batang Hari;
7.    Bahwa pengertian Penyidikan menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pada BAB I pasal 1 ayat (2) tentang pengertian umum disebutkan : “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana dan guna menemukan tersangkanya”;
8.    Bahwa dengan mengacu pada BAB I pasal 1 aayat (2) sebagaimana tersebut di atas maka jelas dan tegas sprindik Nomor : SP.Dik/117/VI/2013/Reskrim tersebut adalah prematur oleh karena itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum karena bertentangan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dimana dalam Sprindik tersebut telah menentukan tersangkanya yaitu Pemohon padahal saksi dan termohon belumlah diperiksa oleh Termohon;
9.    Bahwa menurut perhitungan pihak Penyidik maka  Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari telah membelanjakan uang yang berasal dari SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari yang berpotensi menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp. 780.000.000,- (Tujuh Ratus Delapan Puluh Juta Rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
a.    Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp. 340.000.000,- (Tiga Ratus Empat Puluh Juta Rupiah).
b.    Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp. 210.000.000,- (Dua Ratus Sepuluh Juta Rupiah).
c.    Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp. 230.000.000,- (Dua Ratus Tiga Puluh Juta Rupiah).
Perhitungan Termohon sebagaimana tersebut di atas adalah tidak benar menurut hukum, karena uang yang dipergunakan untuk program kegiatan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari adalah hasil permohonan proposal yang tidak memaksa, dimana apabila Pemerintahan Kabupaten Batang Hari tidak mempunyai anggaran atau tidak menganggarkannya maka seharusnya Pemerintahan Kabupaten batang Hari wajib menolak permohonan proposal yang diajukan oleh Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari, oleh karena itu Pemohon tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana. Selanjutnya uang tersebut seluruhnya telah dipergunakan untuk melaksanakan program kegiatan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari;
10.    Bahwa terhadap temuan kerugian negara tersebut di atas, maka pada tanggal 27 Juni 2013 Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari telah mengembalikan ke kas Daerah Kabupaten Batang Hari sebesar Rp. 780.000.000,- (Tujuh Ratus Delapan Puluh Juta Rupiah), sebelum Pemohon dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka pada tanggal 22 Oktober 2013;
11.    Bahwa kedudukan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari dimana Pemohon selaku Ketua diluar struktur Pemerintahan Kabupaten Batang Hari dan dana yang diperoleh Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari berasal dari SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari dalam bentuk permohonan proposal yang diajukan untuk menunjang dan membiayai kegiatan-kegiatan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari;
12.    Bahwa Pemohon selaku Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari diluar struktural Pemerintahan Kabupaten Batang Hari, oleh karena itu tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana terhadap uang SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten batang Hari, bilamana terdapat penyimpangan penggunaan (pembelanjaan) pada SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari maka yang bertanggung jawab adalah Sekretariat Daerah selaku Pengguna Anggaran, Kepala Bagian Umum selaku Pejabat Pelaksana Teknik kegiatan (PPTK) dan bendaharawan Sekretariat selaku bendaharawan, dimana mereka semua sudah dimintai pertanggung jawaban dan telah divonis serta telah menjalankan vonis penjara;
13.    Bahwa disamping Pemohon selaku Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana sebagaimana poin 13 di atas, para saksi dalam berkas perkara Pemohon Yuninta Asmara menerangkan Pemohon selaku Ketua tidak mengelola uang kegiatan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari, karena yang mengelola adalah bendaharawan Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kabupaten Batang Hari;
14.    Bahwa pengertian tersangka menurut BAB I pasal 1 tentang Pengertian Umum angka 14 menyebutkan :”tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Dan bilamana pengertian tersebut kita hubungkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Konstitusi dalam amar putusan No. 21/PUU-XII/2014 dalam pertimbangan hukumnya diantaranya menyebutkan :                                                    1.1 Frasa “ Bukti permulaan”, bukti permulaan yang cukup “, dan “ bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Nega ra Reppublik Indonesia 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “Bukti permulaan”, “bukti permulaan yag cukup”, dan “bukti yang cukup “ adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
Dengan demikian maka jelas dan tegas terbukti penetapan tersangka Pemohon oleh Termohon sesuai dengan sprindik Nomor  : SP.Dik/117/VI/2013/Reskrim tidak didukung dengan minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, oleh karena itu penetapan tersangka Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
15.    Bahwa sesuai dengan Surat Panggilan dari Polrs batang Hari Nomor : SPGL/837/X/2013/Reskrim tertanggal 22 Oktober 2013 yang ditanda tangani oleh MOCHAMAD FAJAR GEMILANG, SIK selaku Kasat Reskrim selaku Penyidik a.n Kepala Kepolisian Resort Batang Hari memanggil Pemohon sebagai tersangka untuk diperiksa pada tanggal 25 Oktober 2013 dalam perkara tindak pidana. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau turut serta melakukan tindak pidana tersebut, dan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau turut serta melakukan tindak pidana tersebut sebagaimana dimaksud dalam primer Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 KUHPidana sub pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 KUHPidana yang terjadi pada tahun anggaran 2008, tahun 2009 dan tahun 2010 pada SKPD Sekretariat Daerah Kabupaten Batang Hari di Kantor Pemerintahan Kabupaten Batang Hari Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan Muara Bulian Kabupaten Batang Hari;
16.    Bahwa akibat ditetapkannya Pemohon menjadi tersangka oleh Termohon, maka reputasi Pemohon selaku Anggota DPRD Kabupaten batang Hari menjadi menurun, karena Pemohon sangat tertekan secara mental dan spiritual dan merasa malu kepada masyarakat Kabupaten Batang Hari, oleh karena itu Pemohon merasa sangat dirugikan karena menanggung beban malu tersebut, oleh karena itu sebenarnya beban malu dan tertekannya mental dan spiritual tidak dapat diukur dengan uang untuk memudahkan dalam perhitunngan maka dihitung kerugian sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah).
III.    PETITUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
Berdasarkan dalil-dalil yang diuraikan tersebut diatas mohon kiranya Ketua Pengadilan Negeri Muara Buliab Cq Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan Praperadilan Pemohon, kiranya segera memanggil para pihak yaitu Pemohon dan Termohon dalam suatu persidangan terbuka untuk umum. Selanjutnya Pemohon Praperadilan mohon kiranya Hakim memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1.    Mengabulkan seluruh Permohonan Praperadilan dari Pemohon;
2.    Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum Penetapan Status Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Dik/117/VI/2013/Reskrim;
3.    Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap semua produk hukum yang dikeluarkan Termohon untuk menetapkan Pemohon sebagai tersangaka;
4.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya;
5.    Menghukum Kepada Termohon untuk membayar ganti rugi Immateril kepada Pemohon sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah);
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini;
7.    Bilamana Pengadilan Negeri Muara Bulian Cq Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Permohonan Praperadilan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

 

 


Demikianlah permohonan Praperadilan ini kami ajukan atas perhatian dan perkenan Ketua Pengadilan Negeri Muara Bulian Cq Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk mengabulkannya kami ucapkan terima kasih.

Jambi, 7 November 2016
Hormat Kami
Pemohon Praperadilan
Kuasa Hukum

 

HENDRA YOSPIN, S.H., LL.M


BUDI SATRIAWAN, S.H

 

Pihak Dipublikasikan Ya