Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MUARA BULIAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Mbn Elfi Yennie binti Boestami Manan SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES BATANGHARI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 21 Nov. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Mbn
Tanggal Surat Senin, 21 Nov. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Elfi Yennie binti Boestami Manan
Termohon
NoNama
1SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES BATANGHARI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
PERMOHONAN 
PRAPERADILAN ATAS 
NAMA PEMOHON : 
ELFI YENNIE Binti BOESTAMI MANAN 
 
Terhadap 
 
Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Kitab Undang-Undang Nomor 20 Tahun 
2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang 
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum 
Pidana oleh Kepolisian Daerah Jambi Resor Batanghari 
 
 
 
MELAWAN 
 
SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES BATANGHARI 
 
Sebagai 
TERMOHON  
 
 
 
 
 
Oleh : 
 
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada  
Kantor Hukum NOBEL LAW FIRM 
DI PENGADILAN NEGERI MUARA BULIAN  
 
 
 
 
 
Kepada Yth. 
Ketua Pengadilan Negeri Muara Bulian 
Di  
Jl. Jenderal Sudirman  No.1, Rengas Condong, Kec. Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari, Jambi 36613. 
 
Perihal   : Permohonan Praperadilan atas Nama  ELFI YENNIE   Binti BOESTAMI MANAN  
 
 
 
Dengan Hormat,  
Perkenankanlah kami nama -nama dibawah ini : 
1. Arie Nobelta Kaban, S.H., S.E., CFE., CA., M.Sc. 
2. Andreas Budi Sampurno, S.H., LLM. 
3. Muhammad Syahlan Samosir, S.H., M.H. 
4. Rahman, S.Sy., M.H.  
5. Bayu Anugrah, S.H.  adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada “NOBEL LAW FIRM” Advocate & Legal Consultant yang beralamat di Gedung Bumiputera, Jl. Jenderal Sudirman Kavling 75 lantai 17 , Karet Kuningan – Jakarta Selatan,  HP.081228390505 Email : arie.nobelta.kaban@gmail.com. Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 21 November 2022, baik secara  bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama ELFI YENNIE Binti BOESTAMI MANAN, selanjutnya disebut sebagai PEMOHON. 
--------------------------------------------------------MELAWAN------------------------------------------------------- 
SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES BATANGHARI, yang beralamat di Jl. Gajah Mada Muara Bulian selanjutnya disebut sebagai TERMOHON   
 
Untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana. 
 
 
   
 
 
 
 
Adapun yang pertimbangan permohonan PEMOHON mengajukan Praperadilan adalah sebagai berikut : 
II. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN 
 
1. Bahwa keberadaan lembaga upaya paksa dalam proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan, pada dasarnya adalah pemberian kewenangan kepada penegak hukum untuk melakukan tindakan perampasan hak asasi manusia. 
2. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sehingga menurut Drs. PAF. Lamintang, SH & Theo Lamintang, SH. dalam bukunya berjudul Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi (2013: 08), penghayatan, pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan dalam penegakan hukum. 
3. Bahwa sebagai bentuk penegasan atas perlindungan hak asasi manusia dalam penegakan hukum, secara bertingkat diatur secara tegas dalam Undang-undang Dasar 1945, Undang- undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 
4. Bahwa pemberian perlindungan demi terjaganya hak asasi manusia dalam proses upaya paksa di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, salah satunya terwujud dengan adanya mekanisme praperadilan yang memberi hak kepada PEMOHON untuk meminta pembatalan atas proses pelaksanaan upaya paksa serta hak untuk memperoleh ganti rugi dan rehabilitasi kepada apparat penegak hukum yang melakukan upaya paksa. 
5. Bahwa menurut Andi Hamzah (1986:10), praperadilan adalah salah satu jelmaan dari Habeas Corpus sebagai prototype, yaitu sebagai tempat untuk mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (“HAM”) dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang- wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. 
6. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan: Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: 
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 
c. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.” 7. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: 
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: 
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; 
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 
 
8. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang- wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini. 
9. Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut: 
a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015; 
b. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 
Mei 2015; 
c. Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung No. 8/Pid.Pra/2019/PN Blb tanggan 23 
Agustus 2019; 
d. Putusan Pengadilan Negeri Karawang No. 4/PID.PRA/2020/PN KWG tanggal 30 
Nopember 2020; 
e. Dan seterusnya. 
10. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 
21/PUU-XII/2014 sebagai berikut : Mengadili, Menyatakan : 
Mengabulkan Permohonan untuk sebagian : 
a. [dst] 
b. [dst] 
c. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan 
Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan; 
d. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan; Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
II. KRONOLOGI PERISTIWA PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN PUSKESMAS BUNGKU, PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN OLEH APARAT PENEGAK HUKUM  
A. Kronologi Peristiwa Pelaksanaan Proyek Pembangunan Puskesmas Bungku 
 
1. Bahwa PEMOHON merupakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari dan Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari berdasarkan 
Surat Keputusan Bupati Nomor: 821.22/265/BKPSDMD tertanggal 22 September 2017  (bukti-1); 
2. Bahwa berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Murni Dinas Kesehatan  
Kabupaten Batanghari, terdapat Paket Pekerjaan Pembangunan Puskesmas Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, yang masuk ke dalam Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas dan Jaringannya, dengan nama kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan Pelayanan Dasar (DAK) dengan nilai pagu sebesar Rp 7.600.000.000,- (tujuh milyar enam ratus juta rupiah). 
3. Bahwa selanjutnya, PEMOHON selaku PA sesuai dengan kewenangannya menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 03 Tahun 2020 yang isinya menunjuk Sdr. Asrofi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Surat Keputusan Nomor: 69 Tahun 2020 tentang penunjukkan Sdr. Adil Ginting sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Program Pengadaan Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/Pustu & Jaringannya – Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan Pelayanan Dasar (DAK). 
4. Bahwa pada bulan Maret sampai dengan Juli 2020, PPK, PPTK dan Kelompok Kerja Pemilihan Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (Pokja UKPBJ) melaksanakan tender 
Paket Pekerjaan Perencanaan, Pekerjaan Fisik dan Pengawasan Pekerjaan Pembangunan Puskesmas Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari yang bersumber dari anggaran Dana Alokasi Daerah (DAK) Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari Tahun Anggaran 2020, yang menghasilkan pemenang sebagai berikut: a. CV Dinamika Teknik sebagai Konsultan Perencanaan; 
b. PT Mulia Permai Laksindo sebagai pelaksana Pekerjaan Fisik; 
c. CV Elniwsa sebagai Konsultan Pengawas. 
5. Bahwa PEMOHON tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pemenang tender, semua proses seleksi dan penentuan pemenangan tender ada di Pokja UKPBJ Batang 
Hari; 
6. Bahwa pada bulan Juli 2020, Sdr. Asrofi mengundurkan diri dalam kapasitasnya sebagai PPK dengan alasan kesehatan berdasarkan Surat tertanggal 21 Juli 2020. PEMOHON selaku PA selanjutnya meminta secara lisan kesediaan pejabat yang memiliki kompetensi terkait di lingkungan Dinas Kesehatan, yaitu Sdr. Syahmirdan dan Sdr. Nurjali untuk menggantikan Sdr. Asrofi, namun mereka tidak bersedia. 
7. Bahwa setelah PEMOHON berkonsultasi dengan Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Batanghari, Kepala Inspektorat Kabupaten Batanghari, Kabag Hukum Setda Kabupaten Batanghari dan Kepala UKPBJ Kabupaten Batanghari, atas kekosongan pejabat PPK tersebut harus tetap diisi dan dapat dijabat rangkap oleh PA. Berdasarkan hal tersebut, PEMOHON selanjutnya diangkat menjadi PPK berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan/Pengguna Anggaran Nomor 139 Tahun 2020 tanggal 21 Juli 2020. 
 
 
8. Bahwa pada tanggal 8 Desember 2020 dilakukan serah terima pekerjaan pertama dengan penyedia PT MPL karena progress pekerjaan sudah 100% dan telah memenuhi persyaratan yang berlaku Pekerjaan disempurnakan pada masa pemeliharaan untuk 6 bulan kedepan. Pembayaran termin terakhir belum dilakukan karena saat itu kas daerah belum mencukupi, dan baru dibayarkan pada tanggal 8 Januari 2021. 
9. Bahwa sesuai dengan Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa 
Pemerintah, Permendagri 77/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan 
Daerah serta Permenkes 85/2019 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan DAK Fisik Bidang Kesehatan; mekanisme pembayaran pembangunan Puskesmas Bungku melalui verifikasi berjenjang dari tingkat Pelaksana (Penyedia, Konsultan Pengawas, PPTK), tingkat Dinas Kesehatan (Pejabat Penatausahaan Keuangan, PPK, PA) sampai ke tingkat Badan Keuangan Daerah Pemkab Batanghari.  
10. Bahwa sesuai dengan progres pekerjan dan setelah melalui verifikasi berjenjang dan kelengkapan administrasi sebagaimana di uraikan butir ke 9 diatas, PEMOHON telah menyetujui pembayaran proyek pembangunan Puskesmas Bungku dengan rincian sebagai berikut : 
a. Uang muka tanggal 26 Agustus 2020 sebesar Rp 1.441.429.881,28 
b. Termin pertama tanggal 12 Oktober 2020 sebesar Rp 3.321.054.446,46 
c. Termin kedua tanggal 15 Desember 2020 sebesar Rp 1.236.746.837,80 
d. Termin ketiga tanggal 8 Januari 2021 sebesar Rp 1.194.631.140,20  
11. Bahwa dalam rangka pelaksanaan pengawasan pekerjaan, selain merupakan tanggung  jawab Konsultan Pengawas, PEMOHON juga berkoordinasi dengan Inspektorat Kabupaten Batanghari dan Jaksa Pengacara Negara Kejaksaan Negeri Batanghari, dimana kami didampingi oleh Jaksa Pengacara Negara didasarkan pada Surat Perintah Untuk Melaksanakan Pendampingan Hukum Nomor: PRINT-66/L.5.11/Gjd/05/2020 yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Batanghari. 
12. Bahwa terhadap kualitas bangunan, telah dilakukan uji kualitas beton oleh Dinas PUPR Kabupaten Batanghari sebagai berikut: 
a. Uji Design Mix Formula (DMF K-300 dan K-175) pada tanggal 27 Juli 2020 dengan hasil memenuhi standar yang disyaratkan: 
b. Uji Hammer Test K-300 pada tanggal 9 November 2020 dengan hasil memenuhi mutu beton yang disyaratkan. 
c. Uji kuat tekan beton K-300 tanggal 9 November 2020 dengan hasil memenuhi mutu beton yang disyaratkan. 
13. Bahwa Puskesmas Bungku mulai beroperasi tanggal 18 Juli 2021 dengan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat, termasuk pelayanan untuk penanganan pandemi dengan mempersiapkan fasilitas rawat isolasi pasien Covid-19. Dan pada tanggal 7 Agustus 2021 dilaksanakan vaksinasi massal di Puskesmas Bungku yang memberikan lebih dari 500 dosis vaksin bagi masyarakat di wilayah kerjanya termasuk masyarakat suku terasing (Suku Anak Dalam). 
14. Bahwa pada tanggal 25 Mei 2021, PEMOHON memperoleh Surat dari Bupati Batanghari Nomor: 700/3244/ITDA tentang Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI, yang memberitahukan adanya temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi Nomor: 15.B/LHP/XVIILJMB/5/2021 tanggal 7 Mei 2021 
(bukti-2), dimana terdapat Kekurangan Volume atas Paket Pekerjaan Belanja Modal Pembangunan Puskesmas Bungku sebesar Rp 260.051.911,70.- (dua ratus enam puluh juta lima puluh satu ribu Sembilan ratus sebelas tujuh puluh sen rupiah) yang harus ditindak lanjuti dalam waktu maksimal 60 hari kedepan; 
15. Bahwa untuk menindaklanjuti temuan tersebut, pada tanggal 8 Juni 2021 PEMOHON selaku Kepala Dinas Kesehatan menyurati PT. Mulia Permai Laksono berdasarkan Surat Nomor: 900/861/DINKES tentang Tindak Lanjut Pemeriksaan BPK RI, yang pada pokoknya meminta kepada PT. Mulia Permai Laksono untuk menyetorkan kelebihan pembayaran atau kekurangan volume atas pekerjaan pembangunan Puskesmas Bungku sebesar Rp 260.051.911,70.- (dua ratus enam puluh juta lima puluh satu ribu Sembilan ratus sebelas tujuh puluh sen rupiah); 
16. Bahwa pada tanggal 25 Juni 2021, PT. Mulia Permai Laksono telah menyetorkan dana sebesar Rp 260.051.911 ke kas daerah (bukti-3). 
17. Bahwa pada tanggal 16 Desember 2021 Dinas PUPR Provinsi Jambi menyampaikan hasil pemeriksaan uji kualitas beton Hammer Test dengan hasil 30,53 Mpa (diatas spesifikasi mutu beton yang disyaratkan). Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari untuk menjawab keraguan atas keamanan/kualitas bangunan yang sudah mulai dipakai untuk masyarakat banyak (bukti-4). 
18. Bahwa bangunan Puskesmas Bungku telah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Nomor: SK-SLF-150407-15082022-001 tanggal 15 Agustus 2022 yang diterbitkan oleh Pemerintah  Kabupaten Batanghari (bukti-5) 
 
B. Kronologi Peristiwa Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Pembangunan Puskesmas Bungku 
 
1. Bahwa berdasarkan laporan informasi Nomor : R/LI-01/I/2021 tanggal 4 Januari 2021, Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jambi Resort Batanghari mengeluarkan Surat 
Perintah Penyelidikan Sat Reskrim Polres Batanghari nomor : 
Sp.Lidik/01/1/RES.1/2021/Reskrim Tanggal 04 Januari 2021; 
2. Bahwa pada tanggal 5 Januari 2021 TERMOHON Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jambi Reort Batang Hari melalui surat Nomor : B/04/I/2021/Reskrim mengajukan permintaan dokumen terkait Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan Pelayanan Dasar (DAK); 
3. Bahwa Dit. Reskrimsus Polda Jambi pada tanggal 31 Maret mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan No. Sp.Lidik/99/III/RES.3.5./2021; 
4. Bahwa pada tanggal 21 Juni 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan butir 1 dan butir 3 diatas, PEMOHON dalam kedudukannya selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Penanda tangan kontrak No. 050/51.2/Kontrak/Dinkes/2020 Tanggal 21 Juli 2020 untuk Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan Pelayanan Dasar (DAK) diminta keterangannya sebagai saksi oleh TERMOHON (bukti-6); 
5. Bahwa pada tanggal 24 Juni 2021, TERMOHON melalui surat No:  B/325/VI/2021/Reskrim mengirimkan undangan kedua kepada PEMOHON untuk dimintai keterangan sebagai saksi yang dijadwalkan pada tanggal 28 Juni 2021; 
6. Bahwa pada tanggal 30 Juni 2021, Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jambi Resort Batanghari melalui surat No: Sp.Sidik/59/VI/Res.3.3/2021/Reskrim, menerbitkan Surat Perintah Penyidikan; 
7. Bahwa pada tanggal 30 Juni 2021, PEMOHON mendapatkan tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari TERMOHON melalui surat Nomor : 
SPDP/64/VI/2021 Reskrim (bukti-7); 
8. Bahwa pada tanggal 19 Agustus 2021 TERMOHON melakukan penyitaan dokumen PEMOHON berupa copy SK PPK, copy SK Kepala Dinas dan copy KTP atas nama Elfi Yennie (bukti-8);   
9. Bahwa pada tanggal 26 Agustus 2021 PEMOHO menghadiri Gelar Perkara di Biro Pengawas Penyidikan Mabes POLRI Jakarta atas undangan Victory Law Firm sehubungan adanya pengaduan masyarakat terkait penyidikan kasus Puskesmas Bungku. Hadir untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kapasitas Kepala Dinas Kesehatan; 
10. Bahwa pada tanggal 8 September 2021, Pemerintah Kabupaten Batanghari melalui Sekretaris Daerah menerbitkan Surat Nomor: 005/5667/DINKES/2021 tentang Undangan Menghadiri Kegiatan Vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat wilayah Desa Bungku dan Komunitas Suku Anak Dalam (SAD), yang mana selanjutnya TERMOHON melalui Surat Nomor: B/519/IX/2021 tanggal 9 September 2021 yang pada pokoknya melarang penggunaan Puskesmas Bungku untuk kegiatan apapun guna menjamin keaslian Tempat Kejadian Perkara; 
11. Bahwa selanjutnya, dari tanggal 11 September sampai dengan tanggal 21 September 
2021, TERMOHON melakukan penempelan spanduk bertuliskan “Gedung ini 
(Puskesmas Bungku) Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Polres Batanghari”. Pemasangan spanduk tersebut tidak ada Berita Acara.  
12. Bahwa pada tanggal 21 September 2021, TERMOHON melepaskan spanduk bertuliskan “Gedung ini (Puskesmas Bungku) Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Polres 
Batanghari” tanpa berita acara. Sebelumnya ada informasi dari Kapolres Batanghari (telpon kepada Kepala Dinas Kesehatan) yang meminta agar Puskesmas Bungku dapat membantu penanganan kesehatan masyarakat akibat kejadian kebakaran sumur tambang minyak ilegal.  
13. Bahwa pada tanggal 12 Oktober 2021 Markas Besar Kepolisian Negara Republik 
Indonesia Badan Reserse Kriminal melalui surat Nomor: 
B/8114/X/RES.7.5/2021/Bareskrim Perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pengawasan Penyidikan (SP2HP) kepada salah satu tersangka Sdr. Delly Himawan pada prinsipnya menyatakan bahwa belum ditemukan alat bukti yang mendukung terpenuhinya unsur kerugian keuangan negara (bukti-9). Atas dasar itu KARO WASIDIK merekomendasikan tindak lanjut ke TERMOHON diantaranya adalah sebagai berikut : 
a. Melakukan pemeriksaan terhadap ahli bangunan dari Dinas PUPR Provinsi maupun 
Kementerian PUPR; 
b. Melakukan pemeriksaan terhadap staf tim penguji dari Sdr. Bobby selaku kepala Laboratorium PUPR Kabupaten Batang Hari terkait sampel yang dikirim oleh Sdr. 
M. Fauzi dan Sdr, Ginting; 
c. Melakukan pemeriksaan BAP terhadap ahli ITB terkait hasil laporan dari ITB; 
d. Melakukan pemeriksaan BAP terhadap ahli LKPP terkait pengadaan barang dan jasa;  
e. Melakukan pemeriksaan atau BAP ahli Pidana terkait pertanggungjawaban pidana; 
f. Dst 
 
 
 
 
 
14. Bahwa hanya berselang 2 (dua) hari kemudian, pada tanggal 14 Oktober 2021 melalui Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/34/X/RES.3.3/2021/Reskrim TERMOHON menetapkan 
PEMOHON sebagai TERSANGKA atas dugaan tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana; 
15. Bahwa pada tanggal 15 Oktober 2021, TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/59a/X/Res.3.3/2021/Reskrim; 
16. Bahwa pada tanggal 21 Oktober 2021 sampai Maret 2022 PEMOHON diperiksa sebagai Tersangka di POLRES Batanghari sampai Januari 2022 kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan atas pengembalian berkas dari KEJARI Batanghari (P19) sampai Maret 2022; 
17. Bahwa pada tanggal 12 Juli 2022 PEMOHON Menerima Surat Tembusan Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan dimana kasus Puskesmas Bungku yang ditangani 
TERMOHON ditarik/dilimpahkan penyidikannya ke DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA JAMBI ; 
18. Bahwa pada tanggal 19 Juli 2022 melalui surat nomor S.Pgl /481 /VII/ RES.3.3./2022/ Ditreskrimsus diperiksa sebagai Tersangka Lanjutan di TERMOHONI; 
19. Bahwa pada tanggal 25 Juli 2022, TERMOHON memeriksa saksi ahli atas nama DR. Usman, S.H,.M.Hum, selaku ahli hukum pidana yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi. Saksi ahli ini diajukan oleh PEMOHON sebagai saksi yang meringankan. Kesimpulan dari legal opinion yang beliau sampaikan bahwa tidak terdapat peristiwa pidana dalam kasus pembangunan Puskesmas Bungku; 
20. Bahwa pada tanggal 16 Agustus 2022 PEMOHON kembali diperiksa di POLDA Jambi sebagai Tersangka Lanjutan atas pengembalian berkas dari KEJATI Jambi (P19); 
21. Bahwa pada tanggal 24 Agustus 2022  melalui surat Nomor: S.Pgl/ 551/ VIII/ RES.3.3/ 2022/ Ditreskrimsus PEMOHON dipanggil Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi guna diperiksa sebagai saksi untuk Tersangka Abu Tholib, Delly Himawan dan M. Fauzi dari pihak Penyedia Pekerjaan Pembangunan Puskesmas Bungku. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
III. ALASAN MENGAJUKAN PRAPERADILAN 
 
A. Bahwa Pada Saat Penetapan PEMOHON Sebagai Tersangka oleh TERMOHON, Belum Terdapat Alat Bukti yang Memenuhi Unsur “Kerugian Keuangan Negara” yang Dikeluarkan Oleh Lembaga yang Berwenang Secara Konstitusional. 
 
1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/ upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik/penuntut umum di dalam melakukan penyidikan/penuntutan; 
2. Bahwa terhadap PEMOHON dalam kedudukannya selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Penanda tangan kontrak No. 050/51.2/Kontrak/Dinkes/2020 Tanggal 21 Juli 2020 untuk Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kesehatan Pelayanan Dasar (DAK), pada tahap Penyelidikan telah dimintai keterangannya sebagai saksi oleh TERMOHON berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan No. Sp.Sidik/59/VI/Res.3.3/2021/Reskrim tanggal 30 Juni 2021 dengan Surat Permintaan Keterangan Nomor 
B/311/VI/2021/Reskrim tanggal 17 Juni 2021  dan Surat Permintaan Keterangan Nomor B/325/VI/2021 tanggal 24 Juni 2021 sehubungan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam proyek Pekerjaan Pembangunan Puskesmas Desa Bungku Kecamatan Bajubang yang bersumber dari Anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari TA 2020; 
3. Bahwa setelah beberapa kali dimintai keterangan oleh TERMOHON dalam tahap Penyelidikan, kemudian PEMOHON diperiksa sebagai saksi berdasarkan Surat Panggilan 
No. S.Pgl/209/VII/2021/Reskrim tanggal 12 Juli 2021; 
4. Bahwa setelah menjalani beberapa kali pemeriksaan sebagai saksi dalam penyelidikan, PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan Surat 
Ketetapan No. S.Tap/34/X/RES.3.3./2021/Reskrim tanggal 14 Oktober 2021 (bukti-10); 
5. Bahwa PEMOHON kemudian dipanggil dan diperiksa Kembali sebagai Tersangka oleh TERMOHON pada tanggal 21 Oktober 2021 berdasarkan Surat Panggilan Tersangka No. SPGL/319/X/2021/Reskrim tanggal 15 Oktober 2021 . 
6. Bahwa Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, yakni tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 2 KUHAP, yang berbunyi: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang Tindak Pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” 
7. Ketentuan di atas mengandung makna bahwa dalam kegiatan Penyidikan, Penyidik harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi. Dari bukti yang terkumpul tersebut barulah dapat ditentukan Tersangkanya. Akan tetapi, pada kenyataannya dalam kasus a quo terjadi sebaliknya, yaitu bukti belum terkumpul, namun PEMOHON sudah ditetapkan sebagai Tersangka. 
 
8. Bahwa andaikata benar–quod non–ada alat bukti yang cukup, namun ketika PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka, secara pasti belum ada penghitungan kerugian negara 
yang nyata dan pasti jumlahnya; 
9. Bahwa dengan demikian, tindakan TERMOHON dalam melakukan penyidikan terhadap PEMOHON secara jelas dan nyata tidak sah, karena PEMOHON telah ditetapkan sebagai Tersangka tindak pidana korupsi, sedangkan belum diketahui kerugian keuangan negara yang nyata. Hal ini terbukti dari surat Markas Besar Kepolisian Negara Republik 
Indonesia Badan Reserse Kriminal melalui surat Nomor : 
B/8114/X/RES.7.5/2021/Bareskrim Perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pengawasan Penyidikan (SP2HP) kepada salah satu tersangka Sdr. Delly Himawan pada prinsipnya menyatakan bahwa belum ditemukan alat bukti yang mendukung terpenuhinya unsur kerugian keuangan negara (bukti 9);   
10. Bahwa Penyidik tidak diberikan kewenangan oleh hukum untuk menafsirkan satu ketentuan undang-undang. Sebab Penyidik sebagai pelaksana undang-undang, harus menjalankan seluruh isi undang-undang sesuai bunyi undang-undang; 
11. Bahwa yang berhak dan diberi kewenangan untuk menafsirkan undang- undang demi kepentingan proses peradilan hanya hakim. Sebagaimana diterangkan oleh LIE OEN HOCK dalam pendapatnya:- “Dan apabila kita memperhatikan Undang-undang, maka ternjata bagi kita, bahwa undang- undang tidak sadja menundjukkan banjak kekurangan- kekurangan, tapi seringkali djuga tidak djelas. Walaupun demikian hakim harus melakukan peradilan. Teranglah, bahwa dalam hal sedemikian undang- undang memberi kuasa kepada Hakim untuk menetapkan sendiri maknanja ketentuan undang- undang itu atau artinja suatu kata jang tak djelas dalam suatu ketentuan undang-undang. Dan hakim boleh menafsir suatu ketentuan undang- undang setjara gramatikal atau historis, baik ‘recht maupun wetshistoris’, setjara sistimatis atau setjara sosiologis atau dengan cara memperbandingkan hukum.” (Mr. Lie Oen Hock, Jurisprudensi sebagai Sumber Hukum, PIDATO diutjapkan pada waktu 
Peresmian Pemangkuan Djabatan Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat dari Universitas Indonesia di Djakarta, pada tanggal 19 September 1959, hlm.11); 
12. Bahwa belum dihitungnya kerugian negara yang nyata dan pasti oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan seseorang dengan kerugian negara, tidak dapat ditafsirkan dengan diskresi oleh Penyidik bahwa sudah ada kerugian negara. Sebab mengenai kerugian negara ini telah ada ketentuan yang diatur secara pasti oleh putusan pengadilan, dalam hal ini oleh Mahkamah Konstitusi; 
13. Bahwa dengan ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka tindak pidana korupsi, hal tersebut adalah sebagai perampasan Hak Asasi PEMOHON sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 28 D ayat; 
Undang-Undang Dasar 1945 jo Pasal 21 KUHAP jo Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 10 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Ketentuan-ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: 
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. 
 
14. Bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengandung elemen pokok yaitu: 
Adanya perbuatan melawan hukum; memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 
15. Bahwa ketentuan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mengandung elemen pokok yaitu: 
a. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 
b. dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; 
c. yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara; 
16. Bahwa Kerugian Negara dalam perkara korupsi adalah merupakan salah satu elemen pokok, tanpa adanya elemen ini maka tidak ada Korupsi. Sebab, sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006 “..unsur kerugian negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung”. Pembuktian dan penghitungan kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya itu harus dilakukan, “..secara logis dapat disimpulkan kerugian negara terjadi atau tidak terjadi, haruslah dilakukan oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan seseorang dengan kerugian.”; 
17. Bahwa selengkapnya, berikut kami kutip bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU IV/2006, tanggal 25 Juli 2006, dinyatakan: “Menimbang bahwa dengan asas kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam melindungi hak seseorang, hubungan kata “dapat” dengan “merugikan keuangan negara” tergambarkan dalam dua hubungan yang ekstrim: (1) nyata-nyata merugikan negara atau (2) kemungkinan dapat menimbulkan kerugian. Hal yang terakhir ini lebih dekat dengan maksud mengkualifikasikan delik korupsi menjadi delik formil. Di antara dua hubungan tersebut sebenarnya masih ada hubungan yang ”belum nyata terjadi”, tetapi dengan mempertimbangkan keadaan khusus dan konkret di sekitar peristiwa yang terjadi, secara logis dapat disimpulkan bahwa suatu akibat yaitu kerugian negara akan terjadi. Untuk mempertimbangkan keadaan khusus dan konkret sekitar peristiwa yang terjadi, yang secara logis dapat disimpulkan kerugian negara terjadi atau tidak terjadi, haruslah dilakukan oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan seseorang dengan kerugian. “Menimbang bahwa dengan adanya penjelasan yang menyatakan bahwa kata ”dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, kemudian mengkualifikasikannya sebagai delik formil, sehingga adanya kerugian negara atau perekonomian negara tidak merupakan akibat yang harus nyata terjadi, Mahkamah berpendapat bahwa hal demikian ditafsirkan bahwa unsur kerugian negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung, meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi. Kesimpulan demikian harus ditentukan oleh seorang ahli di bidangnya. Faktor kerugian, baik secara nyata atau berupa kemungkinan, dilihat sebagai hal yang memberatkan atau meringankan dalam penjatuhan pidana, sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Pasal 4, bahwa pengembalian kerugian negara hanya dapat dipandang sebagai faktor yang meringankan. Oleh karenanya persoalan kata ”dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK, lebih merupakan persoalan pelaksanaan dalam praktik oleh aparat penegak hukum, dan bukan menyangkut konstitusionalitas norma.” Pertimbangan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas secara jelas menerangkan, bahwa untuk menentukan suatu 
Kerugian Negara itu harus nyata dan pasti serta penghitungannya dilakukan oleh ahli; 
16. Bahwa menurut Pasal 1 angka 22, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dinyatakan: 
"kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan yang melawan hukum baik sengaja maupun lalai". 
17. Bahwa dalam perkara a quo pada saat PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON, belum ada perhitungan kerugian negara yang jumlahnya nyata dan pasti yang dihitung dan atau di sahkan oleh Lembaga yang berwenang secara konstitusional , sehingga salah satu elemen yang dapat digunakan untuk menerapkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum terpenuhi; 
18. Bahwa andaikata benar–quod non– TERMOHON telah memperoleh penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maka perhitungan kerugian negara tersebut telah dilakukan oleh badan yang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan dan menetapkan penghitungan kerugian negara. Sebab BPKP berdasarkan Keputusan Presiden No. 31 Tahun 1983 memang memiliki kewenangan menghitung kerugian negara, tetapi 
Keppres No. 31/1983 tersebut sudah dicabut dengan Keputusan Presiden No. 62 Tahun 2001, sehingga kewenangan menghitung kerugian Negara sudah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, BPKP tidak mempunyai hak dan wewenang dalam menghitung kerugian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 52 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 yang terakhir kali diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2005, dinyatakan: 
“BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku”; 
19. Bahwa BPKP adalah merupakan lembaga yang termasuk dalam ranah “kekuasaan pemerintah” yang tidak mempunyai tugas dan kewenangan melakukan pemeriksaan karena tugasnya melakukan pengawasan keuangan dan pembangunan, terkait dengan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan, penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga; 
20. Bahwa menurut Undang-undang yang berlaku yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan Negara adalah BPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi: ”BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”. Kewenangan yang diberikan berdasarkan Undang-undang kepada BPK RI tersebut, juga dikuatkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, maka jelas bahwa BPK RI merupakan satu-satunya Lembaga negara yang konstitusional berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara, sehingga atas hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan oleh instansi    lain selain 
BPK RI, menjadi tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.  
21. Bahwa dengan tidak adanya penghitungan kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya yang dilakukan dan disahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, maka berarti tidak ada kegiatan yang terbukti memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagaimana dimaksud oleh pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 
22. Bahwa dengan tidak adanya penghitungan kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, maka berarti tidak ada kegiatan yang terbukti menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi sebagaimana dimaksud oleh pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 
23. Bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON tidak sesuai dengan isi dan bunyi dari Pasal 1 butir 14 KUHAP yang menyatakan: “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. 
24. Bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai Tersangka melakukan tindak pidana korupsi, karena perbuatannya atau keadaannya melawan hukum. Berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau sarana atau sarana yang atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 
25. Bahwa ketika PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON karena perbuatannya atau keadaannya melawan hukum berdasarkan bukti permulaan patut diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara atau perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan, kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian yang nyata dan pasti jumlahnya berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh ahli belum dilakukan ; 
26. Bahwa bukti permulaan cukup yang digunakan dalam penetapan PEMOHON sebagai Tersangka seharusnya berpedoman pada ketentuan Pasal 183 KUHAP, yaitu sama dengan syarat bagi Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang, yaitu sekurang-kurangnya berdasarkan dua alat bukti yang sah untuk menyatakan bahwa tindak pidana betul-betul terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dengan demikian, maka untuk menetapkan seseorang menjadi Tersangka, penyidik sekurang-kurangnya harus mempunyai dua alat bukti yang sah untuk menyatakan bahwa tindak pidana itu betul-betul terjadi dan tersangkalah yang melakukan perbuatan pidana itu ; 
27. Bahwa dua alat bukti yang sah berkenaan dengan perkara PEMOHON, paling kurang harus mengandung unsur yang terkandung dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 
jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu adanya perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Atau sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan ,menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara; 
28. Bahwa penyidik sekurang-kurangnya harus mempunyai dua alat bukti yang sah untuk menyatakan bahwa tindak pidana itu betul-betul terjadi dan tersangkalah yang melakukan perbuatan pidana itu, namun senyatanya Ketika PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON , dua alat bukti yang sah untuk menetapkan sebagai Tersangka tersebut tidak ada atau belum ada ; 
29. Bahwa menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006, berkenaan dengan sifat melawan hukum secara materiil sebagaimana dimaksud oleh Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil yang dimuat dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945; 
30. Bahwa mengenai Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006, menyatakan: “Menimbang bahwa oleh karenanya Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK kalimat pertama tersebut, merupakan hal yang tidak sesuai dengan perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil yang dimuat dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK sepanjang mengenai frasa “Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ dalam pasal ini mencakup perbuatan-perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang- undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana”, harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945”. Dengan pertimbangan dari Mahkamah Konstitusi ini, maka menjadi jelas bahwa, perbuatan melawan hukum yang harus dibuktikan dalam perkara korupsi itu adalah perbuatan melawan hukum secara formil; 
31. Bahwa dengan demikian maka elemen pokok adanya korupsi yaitu memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan tidak adanya fakta keuangan negara dirugikan dengan jumlah yang nyata dan pasti sebagai hasil penghitungan kerugian yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau ahli dalam suatu perbuatan pidana. Hal tersebut sebagaimana dimaksud oleh pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terlalu dini TERMOHON menduga bahwa Tersangka telah melakukan tindak pidana korupsi; 
32. Bahwa dengan demikian, terbukti tindakan TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka sebelum adanya penghitungan kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau ahli yang tidak berdasarkan undangundang dan tidak adanya kegiatan yang terbukti memperkaya diri sendiri dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi merupakan sesuatu kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON sebagaimana dimaksud oleh Pasal 95 KUHAP.  
33. Bahwa dengan tidak adanya kegiatan yang terbukti memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan tidak adanya fakta negara dirugikan dengan jumlah yang nyata dan pasti sebagai hasil penghitungan kerugian yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, maka tidak ada alasan obyektif yang sah bagi TERMOHON untuk menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka; 
34. Bahwa dengan demikian, maka penetapan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat Ketetapan No. S.Tap/34/X/RES.3.3./2021/Reskrim tanggal 14 Oktober 2021  oleh TERMOHON dalam perkara korupsi adalah cacat secara hukum, karena penetapan sebagai Tersangka belum memenuhi ketentuan adanya bukti permulaan untuk ditetapkan sebagai Tersangka dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Atau sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara; 
 
B. Bahwa Pada Saat Penetapan PEMOHON Sebagai Tersangka, PIHAK TERMOHON Belum Memiliki Dua Alat Bukti Permulaan yang Memenuhi Unsur “Perbuatan Melawan Hukum”. 
 
1. Bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai Tersangka melakukan tindak pidana korupsi, karena perbuatannya atau keadaannya melawan hukum. Berdasarkan bukti permulaan patut diduga secara melawan hukum telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau sarana atau sarana yang atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 
2. Bahwa berdasarkan Berkas Berita Acara Pemeriksaan atas nama PEMOHON tertanggal 21 Oktober 2021 dan tertanggal 29 November 2021, tidak ditemukan adanya keterangan ataupun bukti yang menunjukkan bahwa PEMOHON telah dengan sengaja melakukan tindakan yang berlawanan dengan ketentuan, seperti mengatur pemenang lelang maupun mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai PPK. Bahkan dari faktafakta di bawah ini, memperlihatkan bahwa PEMOHON telah melaksanakan tugasnya sebagai PPK secara berhati-hati, proporsional dan taat pada aturan: 
a. PEMOHON menjabat jabatan rangkap sebagai PPK dikarenakan: 
- Adanya kondisi kekosongan pejabat PPK (akibat pejabat PPK lama mengundurkan diri);  
- Kewenangan PEMOHON untuk menunjuk PPK sesuai dengan aturan Perpres 
16/2018 Pasal 9 karena dalam hal ini PEMOHON adalah Pengguna Anggaran 
(PA). 
- Jabatan rangkap PA dan PPK dimungkinkan sesuai aturan pada Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Permendagri 77/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 Pasal 5 dan Pasal 7.  
- Dalam hal PA yang bertindak sebagai PPK, secara teknis tugas-tugasnya  dibantu oleh Pejabat Pendukung, PPTK dan Konsultan Pengawas  
- Keputusan menjabat rangkap merupakan hasil konsultasi dengan Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Batanghari, Kepala Inspektorat Kabupaten Batanghari, Kabag Hukum Setda Kabupaten Batanghari dan Kepala UKPBJ Kabupaten Batanghari. Sehingga menjabatnya PEMOHON sebagai PPK bukan merupakan kehendak PEMOHON, namun semata-mata untuk  memenuhi kebutuhan organisasi dan persyaratan perundang-undangan. 
b. Bahwa PEMOHON menjabat sebagai PPK setelah Pemenang Paket Pekerjaan Perencanaan, Pekerjaan Fisik dan Pengawasan telah sah terpilih di masa pejabat PPK sebelumnya. 
c. Bahwa untuk penyedia pelaksana paket jasa konsultasi pengawasan pembangunan Puskesmas (Bungku & Tidar Kuranji) adalah CV. ELNIWSA KONSULTAN dengan Direktur sdr. ISMAIL, S.Kom, nilai kontrak sebesar Rp. 456.802.000,-kontraknya ber nomor: 050 / 51.3 / Kontrak/ Dinkes/ 2020 tanggal 21 Juli 2020 selama 150 hari kalender dari tanggal 27 Juli 2020 s/d tanggal 17 Desember 2020. 
d. Bahwa konsultan pengawas harus bertanggung jawab terhadap laporan administrasi kelengkapan bahan laporan pembangunan gedung Puskesmas Bungku kepada Pemohon selaku PPK. Konsultan pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan pekerjaan di lapangan, sehingga tetap terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana kerja dan syarat/spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan. Meneliti kebenaran atau membandingkan laporan progres pekerjaan yang diklaim/dinyatakan oleh pelaksana pekerjaan dengan yang diperoleh dari laporan tenaga konsultan supervisi dilapangan. 
e. Bahwa berdasarkan berkas laporan yang disampaikan oleh PPTK dan konsultan pegawas secara administrasi dianggap lengkap, maka Pemohon dapat menyetujui pencairan dana kegiatan pembangunan tersebut. Terkait dengan temuan adanya cacat mutu bangunan yang ada di lapangan, Pemohon tidak memahami secara teknis, karena tugas tersebut adalah kewenangan PPTK (Sdr. ADIL GINTING) dan Konsultan Pengawas dalam   mengontrol pembangunan Puskesmas Bungku secara teknis di lapangan. 
f. Bahwa berdasarkan laporan perkembangan pembangunan Puskesmas Bungku yang dilaporkan oleh PPTK ADIL GINTING berjalan sesuai dengan perencanaan; hal ini berdasarkan laporan dan dokumen-dokumen yang dilengkapi oleh konsultan pengawas kegiatan tersebut yang telah sesuai dengan perencanaan. 
g. Bahwa untuk lebih menjamin terlaksananya pengawasan pekerjaan dengan maksimal, selain penugasan kepada Konsultan Pengawas terpilih, yaitu PT. Elniwsa dan Inspektorat Kabupaten Batanghari, PEMOHON juga telah meminta pendampingan hukum oleh Jaksa Pengacara Negara yang didasarkan pada Surat 
Perintah Untuk Melaksanakan Pendampingan Hukum Nomor: PRINT66/L.5.11/Gjd/05/2020 yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Batanghari. 
h. Bahwa terhadap kualitas bangunan, PEMOHON juga telah melaksanakan aturan pengujian kualitas beton oleh Dinas PUPR Kabupaten Batanghari selaku pihak yang berwenang di lingkungan Pemerintah Kabupaten Batanghari sebagai berikut: 
- Uji Design Mix Formula (DMF K-300 dan K-175) pada tanggal 27 Juli 2020 dengan hasil memenuhi standar yang disyaratkan: 
- Uji Hammer Test K-300 pada tanggal 9 November 2020 dengan hasil memenuhi mutu beton yang disyaratkan. 
- Uji kuat tekan beton K-300 tanggal 9 November 2020 dengan hasil memenuhi mutu beton yang disyaratkan. 
i. Bahwa terhadap temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi Nomor: 15.B/LHP/XVIILJMB/5/2021 tanggal 7 Mei 
2021, dimana terdapat Kekurangan Volume atas Paket Pekerjaan Belanja Modal Pembangunan Puskesmas Bungku sebesar Rp 260.051.911,70.- (dua ratus enam puluh juta lima puluh satu ribu Sembilan ratus sebelas tujuh puluh sen rupiah) yang wajib dikembalikan ke kas daerah paling lama 60 (enam puluh) hari, telah ditindaklanjuti oleh PEMOHON yang dibuktikan dengan telah disetorkannya pembayaran sebesar Rp 260.051.911,70.- (dua ratus enam puluh juta lima puluh satu ribu Sembilan ratus sebelas tujuh puluh sen rupiah) oleh PT. Mulia Permai Laksono sebelum batas waktu 60 (enam puluh) hari, yaitu pada tanggal 25 Juni 2021. Mekanisme penyelesaian ini sudah sejalan dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksan Keuangan, yang berbunyi sebagai berikut: 
  Pasal 10: 
- BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. 
- Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK. 
j. Bahwa hasil pekerjaan berupa Bangunan Puskesmas Bungku benar-benar ada dan dapat digunakan sesuai fungsinya, yang dibuktikan dengan: 
Telah digunakannya bangunan Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat di periode Juli 2021 sampai Bulan September 2022 (satu tahun lebih) , termasuk pelayanan untuk penanganan pandemi dengan mempersiapkan fasilitas rawat isolasi pasien Covid-19 dan pemberian vaksinasi covid-19 Tahap I secara massal kepada masyarakat sekitar Puskesmas Bungku dan Suku Anak Dalam. 
k. Bahwa pada tanggal 15 Agustus 2022 telah diperoleh Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Nomor: SK-SLF-150407-15082022-001 i.yang diterbitkan oleh Pemerintah  Kabupaten Batanghari.  
 
3. Bahwa apabila dalam berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tersangka dan saksi lainnyaterdapat keterangan yang menerangkan adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya yang telah dilakukan oleh PEMOHON, maka seharusnya keterangan tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti karena keterangan tersebut belum secara transparan dan berimbang di konfirmasi dan diklarifikasi kepada PEMOHON sebagaimana diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUUXII/2014 tanggal 28 Oktober 2014. 
4. Bahwa Dengan demikian, dengan merujuk pada Berita Acara Pemeriksaan PEMOHON dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Oktober 2014, maka sesungguhnya penyidik belum memenuhi kualifikasi memperoleh atau memiliki bukti yang atas dugaan pelanggaran unsur ‘secara melawan hukum’ atau ‘menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana atau sarana yang atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan’, pada saat menetapkan PEMOHON sebagai tersangka sehingga terlalu dini untuk Penyidik menetapkan Tersangka sebagai pelaku tindak pidana korupsi dan merupakan sesuatu kekeliruan penerapan  hukum yang dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud oleh Pasal 95 KUHAP. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
IV. KERUGIAN MATERI DAN IMATERIIL 
 
Bahwa dengan penetapan  PEMOHON sebagai Tersangka akibat kesalahan atau kelalaian TERMOHON  telah menimbulkan kerugian baik materil maupun imateril bagi PEMOHON sebagai berikut: 
1. PEMOHON menjadi terhambat pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, dikarenakan pada saat kegiatan penyelidikan penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON, bersamaan waktunya dengan meningkatnya penularan penyakit covid-19 varian Delta, yang mana Kabupaten Batanghari sempat mencapai titik tertinggi angka kematian akibat Covid-19 di Provinsi Jambi; 
2. PEMOHON menjadi terhambat pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai seorang dokter, termasuk dalam tugas penanganan medik pasien Covid-19 di fasilitas kesehatan tempatnya berpraktik; 
3. PEMOHON menjadi tidak bisa melakukan haknya untuk mengikuti seleksi jabatan di tingkat Provinsi maupun Kementerian, termasuk dalam organisasi profesinya yaitu Ikatan Dokter Indonesia akibat penetapan status Tersangka dan press release perkara yang dilakukan oleh TERMOHON;  
4. PEMOHON mengalami tekanan psikologis yang amat berat akibat penetapan status Tersangka dan press release perkara yang dilakukan oleh TERMOHON sehingga PEMOHON terpaksa mengajukan pengunduran diri sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan sebagai PNS dengan pensiun dini.  
5. Masyarakat di sekitar Puskesmas Bungku menjadi dirugikan dengan tindakan TERMOHON yang ‘menyegel’ Puskesmas Bungku berdasarkan Surat Nomor: B/519/IX/2021 tanggal 9 September 2021 yang pada pokoknya melarang penggunaan Puskesmas Bungku untuk kegiatan apapun guna menjamin keaslian Tempat Kejadian Perkara, yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh pihak Kepolisian Resort Batanghari dengan pemasangan spanduk bertuliskan “Gedung ini (Puskesmas Bungku) Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Polres Batanghari” pada periode tanggal 11 September 2021 sampai dengan tanggal 21 September 2021. Tindakan tersebut mengakibatkan masyarakat di sekitar Puskesmas Bungku dan Komunitas Suku Anak Dalam (SAD) terhalang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan vaksinasi covid19 yang dekat dengan tempat tinggal mereka. 
6. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bungku ( Desa Bungku, Desa Pompa Air, Desa Sungkai) yang berjumlah lebih dari 24 ribu jiwa, saat ini terhambat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih representatif dikarenakan Puskesmas Bungku dihentikan operasionalnya sesuai permintaan TERMOHON dan TERMOHON kepada Pemerintah Kabupaten Batanghari semenjak bulan September 2022.  
 
Dengan demikian, PEMOHON berhak dipulihkan atau direhabilitasi harkat dan martabatnya. 
 
 
 
 
 
V. PETITUM 
 
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, PEMOHON mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut : 
1. Menyatakan diterima permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya; 
2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan No. S.Tap/34/X/RES.3.3./2021/Reskrim tanggal 14 Oktober 2021 dengan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Kitab Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON; 
4. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada PEMOHON; 
5. Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; 
6. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku. 
7. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti rugi materil kepada PEMOHON 
sebesar Rp 990.000.000 (sembilan ratus sembilan puluh juta rupiah) 
 
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan. 
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian yang memeriksa 
Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 
 
 
 
 
 
 
 
Jakarta, 21 November 2022 
Hormat kami,  
 
1. Arie Nobelta Kaban, S.H., S.E., CFE., CA., M.Sc.   ______________________________ 
 
 
3. Muhammad Syahlan Samosir, S.H., M.H ____________________________________ 
 
 
4. Rahman, S.Sy., M.H. ____________________________________________________ 
 
5. Bayu Anugrah, S.H.___________________________________________________________ 
 
 
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada kantor hukum 
NOBEL LAW FIRM
Pihak Dipublikasikan Ya